Selamat Datang

Selamat datang di blog baru matakuliah Pengendalian Hama Terpadu, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Tulisan pada blog terdiri atas ringkasan materi kuliah yang diajarkan dalam matakuliah ini. Silahkan kunjungi blog secara rutin dan jelajahi bagian-bagiannya untuk memperoleh berbagai informasi yang diperlukan dalam mempelajari mata kuliah Pengendalian Hama Terpadu.

Rabu, 06 Maret 2024

4.2. Pengambilan Keputusan PHT (2): Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan

Pada materi 4.1. kita telah mempelajari mengenai dasar-dasar pengambilan keputusan dalam pelaksanaan PHT. Kita telah mempelajari bahwa pengambilan keputusan PHT memerlukan jenis tanaman, hamparan agroekosistem, dan kesepakatan secara terorganisasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Kita telah membahas bagaimana menentukan jenis tanaman, menentukan hamparan agroekosistem, dan mencapai kesepakatan secara terogranisasi serta kendala yang dihadapi. Pada materi kuliah ini kita akan melanjutkan dengan membahas sistem dukungan pengambilan keputusan yang kita perlukan untuk menentukan keputusan mengambil tindakan pengendalian dalam pelaksanaan PHT. Kita akan membahas beberapa macam sistem dukungan pengambilan keputusan dan bagaimana penerapannya masing-masing, terutama di Indonesia ketika PHT masih merupakan program nasional pada masa sebelum reformasi 1998.


4.2.1. MATERI KULIAH

4.2.1.1. Membaca Materi Kuliah
Mengambil keputusan dalam pelaksanaan PHT berkaitan dengan berbagai hal, di antaranya cara pengendalian yang diterapkan, saat melakukan tindakan, cara pelaksanaan, dan sebagainya. Cara pengendalian dapat berupa cara mekanik, cara fisik, cara kimiawi, cara hayati, cara genetik, cara budidaya, dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara cara pengendalian tersebut, PHT menetapkan bahwa cara kimiawi merupakan pilihan terakhir. Pilihan terakhir bukan berarti baru digunakan setelah terlebih dahulu digunakan cara lain dan ternyata tidak berhasil. Melainkan pilihan terakhir berarti digunakan setelah mempertimbangkan semua cara lain dan berdasarkan pertimbangan, perlu diputuskan bahwa pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan pestisida perlu dilakukan. Untuk mempertimbangkan perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan pestisida diperlukan data mengenai padat populasi hama, padat populasi musuh alami, kerusakan tanaman, dan sebagainya. Data tersebut diperoleh melalui pemantaua hama, musuh alami, dan tanaman secara rutin, misalnya setiap minggu. Sistem dukungan pengambilan keputusan (SDPK, decision support system, DSS) merupakan sistem yang digunakan untuk menganalisis data hasil pemantauan yang telah dilakukan untuk menentukan apakah pengendalian secara kimiawi perlu dilakukan dan jika diperlukan, kapan harus dilakukan. 

SDPK mengintegrasikan dan mengatur semua jenis informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan PHT, dapat secara sesederhana berupa alat untuk mengumpulkan dan memproses data secara manual sampai mencakup peralatan rumit untuk memgumpulkan dan memproses data secara terkomputerisasi. Gambar 4.2.1 menyajikan diagram konseptual SDPK penerapan PHT. Setiap komponen dapat dianggap sebagai sebuah metode dengan seperangkat alat yang terkait. Misalnya, komponen data dikaitkan dengan metode pengumpulan, yang memiliki beberapa alat termasuk stasiun cuaca otomatis dan produk cuaca spesifik lokasi. Alat SDPK memiliki kompleksitas yang berbeda-bedadalam hal aturan, jadwal manajemen, persamaan, kombinasi alat bantu pengambilan keputusan, sampai pada penggunaan sistem pakar. Jenis SDPK ditentukan oleh upaya kooperatif dari tim spesialis pengetahuan multi-disiplin, sumber daya teknis dan keuangan yang tersedia, tingkat organisasi dan dukungan industri, dan harapan pengguna akhir. Pemilihan DSS yang tepat untuk situasi penerapan PHT tertentu sering kali bergantung pada kompleksitas interaksi hama-tanaman-lingkungan-petani. Pada awalnya SPDK dilakukan tanpa melibatkan dukungan komputer, tetapi kini semakin memerlukan dukungan komputer. 

Gambar 4.2.1. SDPK ideal PHT yang menunjukkan komponen (merah), metodologi (hitam dalam kotak besar), dan alat (hitam dalam kotak kecil di luar kotak besar). Sumber: Magarey et al. (2022).

SDPK dapat merupakan sistem yang sederhana sampai sistem yang kompleks. SDPK yang sederhana pada umumnya berupa panduan mengenai apa yang harus dilakukan, menggunakan teknologi rendah, memerlukan biaya murah, dan fleksibel. Conroh SDPK sederhana adalah SDPK berbasis pengalaman petani mengenai populasi hama yang merusak. SDPK yang kompleks pada umumnya berupa sistem terkomputerisasi yang yang terhubung dengan berbagai komponen secara otomatis, terdiri atas komponen pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis berbasis komputer, merupakan sistem terpadu yang kompleks, memerlukan teknologi tinggi dan biaya tinggi, dan bersifat spesifik lokasi. Contoh SDPK yang kompleks adalah sistem pakar yang digunakan di negara-negara maju. 

Gambar 4.2.2. Spektrum SDPK berkisar dari SDPK sederhana sampai SDPK kompleks. Sumber: Magarey et al. (2022).

Sebagaimana dengan PHT sendiri yang berkembang dari ‘pengendalian hama terpadu’ menjadi ‘pengelolaan hama terpadu’, SDPK PHT juga terus mengalami perkembangan. Pada awalnya, ketika PHT masih pada tahap ‘pengendalian hama terpadu’, pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar ambang ekonomi (AE, economic threshold, ET). Sebagaimana sudah diuraikan pada materi kuliah 4.1, AE merupakan padat populasi OPT yang perlu dikendalikan untuk mencegah menjadi semakin meningkat mencapai padat populasi yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis yang dikenal sebagai ambang luka ekonomis (ALE, economic injury level, EIL) (baca artikel jurnal ilmiah), yaitu padat populasi OPT yang mampu menyebabkan kerusakan dan nilai kehilangan hasil (yield lost) yang sama dengan biaya pengendalian yang diperlukan untuk mengendalikannya. Nilai kehilangan hasil merupakan selisih nilai produksi tanaman dalam keadaan dirusak OPT dibandingkan dengan nilai produksi tanpa dirusak OPT. Nilai produksi merupakan besar produksi dikalikan dengan harga. Pengendalian OPT perlu dilakukan sebelum padat populasinya mencapai ALE agar nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan lebih besar daripada biaya pengendalian OPT. AE sebagai dasar pengambilan keputusan ditetapkan oleh para pakar dengan menggunakan metode tertentu. Petani melakukan pengumpulan data hama dan kemudian mencocokkan apakah populasi OPT hasil pemantauan telah atau belum mencapai AE. Bila padat populasi hasil pemantauan telah mencapai AE berarti tindakan perlindungan tanaman segera harus dilakukan. Sebaliknya bila padat populasi hasil pemantauan masih lebih rendah daripada AE maka tindakan perlindungan tanaman belum perlu dilakukan dan pengumpulan data perlu dilakukan sampai diperoleh hasil dpada populasi hama yang telah mencapai AE.

Pengambilan keputusan berdasarkan AE banyak dikritik karena sebenarnya dilakukan bukan oleh petani sendiri melainkan dengan bantuan pakar untuk terlebih dahulu menetapkan AE. Selain itu, AE dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kemampuan merusak dari hama yang dikendalikan, hubungan antara hama dengan musuh alaminya, biaya pengendalian, dan harga hasil tanaman sehingga dengan demikian AE bersifat dinamik (senantiasa berubah). Bila harus menunggu ditetapkan oleh para pakar maka akan selalu terlambat, tetapi bila harus ditetapkan oleh petani sendiri menjadi terlalu rumit. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan maka pengambilan keputusan dengan menggunakan instrumen AE semakin ditinggalkan dan digantikan dengan dasar pertimbangan yang lebih mudah dapat dilakukan oleh petani sendiri atau bila dilakukan oleh pakar maka harus dapat dilakukan dengan cepat seiring dengan dinamika hama. Hal ini melahirkan cara pengambilan keputusan berbasis sistem pakar (expert system) dengan dukungan komputer dan dan jaringan Internet. Dalam kaitan dengan sistem pakat, SPDK didefinisikan sebagai sistem berbasis perangkat lunak interaktif yang dimaksudkan untuk membantu pengambil keputusan untuk mengidentifikasi masalah dan mengambil keputusan untuk mengatasi masalah perlindungan tanaman. SDPK berbasis sistem pakar dibangun oleh penyedia (provider), tetapi dapat dioperasikan sebagian atau seluruhnya oleh petani, dapat berupa dukungan komponen pengambilan keputusan atau dukungan pengambilan keputusan secara penuh. Contoh dukungan komponen pengambilan keputusan adalah dukungan sistem pakar untuk melakukan identifikasi hama sebagaimana diuraikan pada bagian Crop Disease/Insect-pest Diagnostic Expert Systems dalam artikel Expert Systems In Agriculture: An Overview. Contoh dukungan pengambilan secara penuh adalah sebagaimana yang disediakan bagi petani Uni Eropa melalui layanan IPM Decisions yang menyediakan The IPM Decision Platform untuk mengambil keputusan pengendalian hama (dalam arti sempit) penyakit, dan gulma. Untuk memahami bagaimana sebuah sistem pakar dibangun dan dioperasikan sebagai SDPK, silagkan unduh dan baca artikel A Web-based Information System for Plant Disease Forecast Based on Weather Data at High Spatial Resolution

Gambar 4.2.3. SDPK berbasis sistem pakar untuk pengambilan keputusan aplikasi fungisida untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman anggur di Australia, A: hamparan tanaman anggur di dekat Mildura, Victoria, Australia, B: Komponen T-MetStation, perangkat pengumpulan data otomatis dan sistem prakiraan penyakit tepung, C: Bercak semprotan fungisida dan spolulasi jamur bulai anggur Plasmopara viticola, dan D: Antarmuka SDPK AusVit pada layar komputer petani. Sumber: Magarey et al. (2022).

Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar dilakukan bersama-sama oleh petani dan oleh pihak luar yang mengoperasikan sistem pakar yang digunakan. Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar juga tidak hanya didasarkan semata-mata atas populasi OPT, melainkan berdasarkan berbagai faktor yang terlebih dahulu telah dipelajari secara mendalam dan diketahui mempengaruhi terjadinya ledakan OPT. Dengan demikian, pemantauan agro-ekosistem dalam pengambilan keputusan berbasis sistem pakar tidak hanya dilakukan terhadap OPT dan musuh alaminya, tetapi juga terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan OPT dan musuh alaminya. Faktor lingkungan yang lazim dipertimbangkan adalah kultivar tanaman, fase pertumbuhan tanaman, keadaan agroklimat, pemupukan, irigasi, dan sebagainya. Pemantauan dapat dilakukan dengan melibatkan petani secara langsung maupun tidak langsung dan melaporkan hasilnya kepada sistem pakar untuk diproses secara terkomputerisasi. Hasil pemrosesan terkomputerisasi tersebut dikembalikan kepada petani untuk mengambil keputusan akhir pelaksanaannya. Di negara-negara maju, pelaporan hasil pemantauan kepada sistem pakar dan penyampaian hasil permosesan sistem pakar kepada petani dilakukan dengan dukungan Internet, tetapi di negara-negara sedang berkembang sebagaimana Indonesia hal ini sepertinya masih jauh. Di Indonesia kini sedang berjamur berbagai sistem yang namanya diawali dengan SI, miasalnya SIADIKNONA, tetapi belum ada SI yang dibangun untuk melayani petani, termasuk melayani untuk menerapkan PHT.

Pengambilan keputusan oleh petani di Indonesia sebenarnya telah dimulai ketika PHT menjadi program nasional dan dilaksanakan melalui sekolah lapang PHT (SL-PHT). Akan tetapi, perubahan tersebut tidak berlangsung dengan serta merta melainkan berlangsung beriringan dengan pengambilan keputusan berdasarkan AE. Semakin lama, setelah semakin banyak petani mengenyam SL-PHT maka pengambilan keputusan berbasis petani semakin dikedepankan dan pengambilan keputusan berdasarkan AE semakin ditingalkan. Pengambilan keputusan berbasis petani didasarkan atas pemikiran bahwa petani adalah ahli PHT. Petani adalah orang yang paling mengerti dan paling berkepentingan akan usahataninya sehingga petanilah yang seharusnya paling bisa dan paling berhak memutuskan. Pengambilan keputusan berbasis petani tetap mempertimbangkan populasi OPT hasil pemantauan agro-ekosistem, tetapi keputusan tidak diambil dengan mencocokkan padat populasi hasil pemantauan dengan AE, melainkan dengan mempertimbangkan banyak hal yang disepakati bersama oleh anggota kelompok yang mempunyai usahatani di suatu hamparan tertentu. Dengan demikian, pengambilan keputusan berbasis petani dilakukan oleh petani secara bersama-sama, tidak bisa hanya secara individual sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa permasalahan OPT sesungguhnya adalah permasalahan perubahan keseimbangan ekologis sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan dalam satu wilayah hamparan secara bersama-sama dan dalam waktu bersamaan.

Gambar 4.2.4. Sekolah Lapang PHT. Sumber: BKKBN (2021)

Pengambilan keputusan berbasis petani dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pertimbangan tambahan selain sekedar padat populasi hasil pemantauan agroekosistem. Pemantauan agro-ekosistem tetap dilakukan tetapi hasilnya tidak bersifat final sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, melainkan dimusyawarahkan untuk memperoleh keputusan bersama. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahnyak faktor lain, di antaranya pengalaman petani, hasil pemantauan musuh alami, biaya pelaksanaan, nilai hasil usahatani, dan sebagainya. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai bantuan cara pengambilan keputusan, di antaranya pohon keputusan, yang semuanya telah dipelajari melalui SLPHT. Setelah diputuskan melalui musyawarah maka keputusan mengikat setiap orang yang mempunyai usahatani pada hamparan yang sama untuk melakukannya bersama-sama. Pengambilan keputusan berbasis petani mengharuskan petani mengikat diri dalam organisasi kelompok tani. Dengan kata lain, penerapan PHT dengan berdasarkan SLPHT (PHT-SL) mengharuskan kebijakan pembangunan pertanian dilakukan dengan fokus pada penguatan kapasitas dan kelembagaan petani, bukan pada komoditas.

Gmar 4.2.5. Petani yang tergabung dalam kelompok melakukan pengamatan dan mengambil keputusan bersama untuk melakukan pengendalian kimiawi sebagai pilihan terakhir. Sumber: Evrina (2016)

Pengambilan keputusan dilakukan terhadap berbagai hal, di antaranya cara pengendalian yang diterapkan, saat melakukan tindakan, cara pelaksanaan, dan sebagainya. Cara pengendalian dapat berupa cara mekanik, cara fisik, cara kimiawi, cara hayati, cara genetik, cara budidaya, dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmi pengetahuan dan teknologi. Di antara cara-cara tersebut ditentukan satu atau beberapa cara untuk diterapkan secara bersamaan. Dalam pemilihan cara-cara tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, cara kimiawi harus dipilih sebagai alternatif terakhir. Pemilihan sebagai alternatif terakhir tidak berarti bahwa setiap cara lain terlebih dahulu dicoba, melainkan dipertimbangkan masak-masak dan setelah melalui pertimbangan tersebut maka apabila tidak ada cara lain yang dipandang efektif barulah dapat digunakan cara kimiawi. Setelah cara pengendalian ditetapkan maka pelaksanaan pengendalian dilakukan sesuai dengan keputusan mengenai waktu pelaksanaan, apakah saat ini juga atau perlu menunggu beberapa waktu kemudian. Cara pelaksanaan bergantung pada dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan, apakah keputusan diambil berdasarkan AE, berdasarkan keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar. Pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, elaksanaan dapat dilakukan secara perseorangan atau secara berkelompok (bila penetapan AE dilakukan secara berkelompok), sedangkan pada pengambilan keputusan berdasarkan keputusan petani atau berdasarkan sistem pakar, pelaksanaan harus dilakukan secara berkelompok.

4.2.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Untuk mendalami materi kuliah ini, silahkan mengunjungi situs atau mengunduh buku teks/artikel jurnal berikut ini dan kemudian membaca sampai mengerti:
Setiap mahasiswa wajib menyampaikan melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas judul buku, judul bab buku, dan isi bab buku yang telah dibaca terkait dengan materi kuliah ini.

4.2.1.3. Mengerjakan Kuis
Setelah membaca materi kuliah 4.1 sesu kuliah 9 dan materi kuliah 4.2 sesi kuliah 10 serta mengklik tautan dan membaca pustaka yang diberikan pada materi kuliah, setiap mahasiswa wajib mengerjakan kuis secara mandiri untuk mengevaluasi diri dalam memahami kedua materi kuliah:
  1. Mengerjakan dan Memasukkan Lembar Jawaban Kuis (klik setelah tautan aktif) selambat-lambatnya pada Minggu, 11 Februari 2024 pukul 24.00 WITA
  2. Memeriksa Daftar Lembar Jawaban dan Memeriksa Nilai (klik setelah tautan aktif) untuk memastikan Lembar Jawaban Kuis sudah masuk dan memeriksa nilai yang diperoleh.
Pada saat memeriksa daftar lembar jawaban, silahkan periksa sendiri berapa nilai yang Anda peroleh. Bila memperoleh nilai <60 berarti Anda belum memahami materi kuliah sehingga perlu membaca kembali kedua materi kuliah. Mahasiswa yang tidak mengerjakan quiz tidak akan memperoleh nilai untuk setiap quiz yang tidak dikerjakan.

4.2.2. TUGAS KULIAH

4.2.2.1. Mendiskusikan Materi Kuliah
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apakah memperoleh pengetahuan dengan menggunakan pendekatan ilmiah mempunyai kelebihan dan kelemahan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

4.2.2.2. Mengerjakan Projek Kuliah
Untuk menuntaskan mempelajari materi kuliah 4.2 ini, setiap mahasiswa wajib mengerjakan projek kuliah secara kelompok dengan melanjutkan mengerjakan projek kuliah materi 4.1. Kunjungi kembali setiap petani pada projek materi kuliah 4.1 untuk minta ijin melakukan wawancara untuk menanyakan hal-hal sebagai berikut kepada setiap petani:
  1. Apakah ketiga patani yang Anda temui pada projek kuliah materi kuliah 4.1 menjadi anggota kelompok tani dan jika menjadi anggota kelompok tani, apa nama kelompok taninya, dan apakah ketiganya tergabung dalam kelompok tani yang sama atau kelompok tani yang berbeda?
  2. Jika ada petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani, siapa nama petaninya, dan apa alasannya? Untuk petani yang telah bergabung apakah melakukan pertemuan sebelum dan setelah tanam?
  3. Apakah petani mengetahui mengenai PHT, dari mana memperoleh pengetahuan mengenai PHT, dan apa yang diketahui mengenai PHT. Dalam menanyakan mengenai PHT, terlebih dahulu jelaskan kepada petani apa itu PHT berdasarkan pada materi yang Anda peroleh dari kuliah sesi 1 sampai sesi 8 dan definisi PHT yang diberikan dalam materi kuliah ini.
  4. Jika petani tidak mengetahui mengenai PHT, bagaimana cara yang ia lakukan untuk mengendalikan hama, apakah menggunakan cara kimiawi dengan menggunakan pestisida atau menggunjakan cara lain dan jika petani mengetahui mengenai PHT, apakah pernah membahas mengenai PHT dalam rapat-rapat kelompok tani, baik sebelum maupun setelah tanam.
  5. Berdasarkan pada hasil wawancara butir 3 dan butir 4, apa yang Anda dapat simpulkan mengenai pelaksanaan PHT di lapangan sekarang ini, apakah PHT hanya sekedar teori atau PHT merupakan sistem perlindungan tanaman yang benar-benar dilaksanakan sehingga Anda perlu mempelajarinya.
Jawab pertanyaan-pertanyaan Tugas Projek di atas pada saat memasukan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas paling lambat pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA.

4.2.3. ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH

Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga menandatangani daftar hadir dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan berikut ini: 
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Selasa, Minggu, 7 April 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikan daftar hadir sudah ditandatangani;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan, silahkan periksa untuk memastikan laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas akan ditetapkan sebagai tidak mengikuti perkuliahan.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada Maret 2024, belum pernah diperbarui.

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

43 komentar:

  1. Apa saja kekurangan menggunakan sistem dukungan pengambilan keputusan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. 1.keterbatasan data:
      Kualitas dan ketepatan informasi yang di hasilkan oleh sistem dukungan pengambilan keputusan tergantung pada data yang di gunakan

      2.beberapa sistem dukungan pengambilan keputusan dapat terlalu kompleks dan sulit di gunakan oleh petani. Hal ini dapat menyebabkan frustasi dan keengganan untuk menggunakan sistem dukungan pengambilan keputusan

      Hapus
  2. Bagaimana sistem dukungan pengambilan keputusan dapat membantu petani dalam membuat keputusan yang tepat terkait PHT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (DSS) dapat membantu petani dalam membuat keputusan yang tepat dengan menyediakan informasi dan analisis yang diperlukan untuk memahami kondisi pertanian, memprediksi hasil panen, mengelola sumber daya secara efisien, dan mengidentifikasi solusi terbaik untuk tantangan yang dihadapi. Berikut adalah beberapa cara konkretnya:

      1. Analisis Cuaca dan Iklim: DSS dapat menyediakan informasi cuaca dan iklim terkini serta perkiraan jangka pendek dan panjang. Dengan demikian, petani dapat merencanakan kegiatan pertanian mereka dengan mempertimbangkan faktor-faktor cuaca yang berpotensi mempengaruhi hasil panen.

      2. Manajemen Tanah dan Pemupukan: DSS dapat memberikan rekomendasi tentang jenis tanaman yang paling sesuai untuk ditanam berdasarkan jenis tanah dan kondisi lingkungan setempat. Selain itu, sistem ini juga dapat membantu dalam merencanakan jadwal pemupukan yang optimal untuk meningkatkan kesehatan tanah dan hasil panen.

      3. Pemilihan Varietas Tanaman: DSS dapat memberikan informasi tentang varietas tanaman yang paling cocok dengan kondisi lingkungan dan preferensi petani. Ini membantu petani dalam membuat keputusan yang tepat tentang jenis tanaman yang akan ditanam untuk memaksimalkan hasil panen dan keuntungan.

      4. Manajemen Hama dan Penyakit: DSS dapat memonitor dan menganalisis data tentang kemungkinan serangan hama dan penyakit pada tanaman. Dengan informasi ini, petani dapat mengambil tindakan pencegahan atau pengendalian yang tepat secara tepat waktu untuk melindungi tanaman mereka.

      5. Perencanaan Irigasi: DSS dapat membantu petani dalam merencanakan penggunaan air secara efisien dengan memberikan informasi tentang kebutuhan air tanaman, kondisi tanah, dan ketersediaan air di wilayah mereka. Ini membantu dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya air dan mencegah pemborosan.

      6. Analisis Pasar dan Harga: DSS dapat memberikan informasi tentang tren pasar dan harga komoditas pertanian. Dengan memahami pasar, petani dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang kapan dan di mana mereka harus menjual hasil panen mereka untuk mendapatkan harga yang terbaik.

      Dengan menggunakan sistem DSS ini, petani dapat mengakses informasi yang relevan dan analisis yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat secara lebih cepat dan efisien, sehingga meningkatkan produktivitas dan keberhasilan usaha pertanian mereka..

      Hapus
  3. bagaimana mengatasi ketidakpastian dan kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan terkait PHT menggunakan pendekatan sistem dukung keputusan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk mengatasi ketidakpastian dan kompleksitas dalam pengambilan keputusan terkait Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), pendekatan Sistem Dukung Keputusan (SDM) dapat digunakan dengan beberapa cara:

      1. Pemodelan Berbasis Sistem: Menggunakan model matematis dan komputer untuk merepresentasikan hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi pengelolaan hama, seperti lingkungan, faktor ekonomi, dan biologi hama.

      2. Analisis Risiko: Mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai risiko yang terkait dengan keputusan pengelolaan hama, serta memperhitungkan probabilitas dan dampak dari berbagai skenario.

      3. Pengumpulan Data: Mengumpulkan data yang akurat dan relevan tentang kondisi lingkungan, populasi hama, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi keputusan pengelolaan hama.

      4. Pemodelan Prediktif: Menggunakan teknik pemodelan untuk memprediksi perkembangan populasi hama dan efektivitas berbagai strategi pengelolaan, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik.

      5. Analisis Sensitivitas: Menganalisis sensitivitas keputusan terhadap perubahan dalam parameter-parameter penting, sehingga dapat memahami potensi variasi hasil dan mengidentifikasi strategi yang lebih tahan terhadap ketidakpastian.

      6. Kolaborasi dan Konsultasi: Melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti petani, ahli pertanian, dan peneliti, dalam proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas dan mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik.

      7. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan terus-menerus terhadap efektivitas strategi pengelolaan hama yang diimplementasikan, serta melakukan evaluasi secara berkala untuk menyesuaikan keputusan sesuai dengan perubahan kondisi dan informasi terbaru.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Tantangan dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT):
      Teknis:
      Kompleksitas ekosistem & hama
      Perubahan populasi hama

      Ekonomi:
      Biaya implementasi, Ketidakpastian hasil,
      Akses pasar.

      Sosial:
      Kurangnya pengetahuan & kesadaran
      Ketergantungan pestisida kimia, Lemahnya dukungan kelembagaan.

      Ekologi:
      Resisten hama terhadap pestisida, Gangguan keseimbangan ekosistem, Perubahan iklim

      Hapus
  5. Apa keuntungan menggunakan Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan dalam konteks Pengambilan Keputusan PHT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Keuntungan Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (SPDK) dalam Pengambilan Keputusan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (PHT)
      Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (SPDK) menawarkan beberapa keuntungan signifikan dalam konteks Pengambilan Keputusan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (PHT), antara lain:

      1. Meningkatkan Akurasi dan Efisiensi Pengambilan Keputusan:

      SPDK menyediakan informasi yang komprehensif dan terkini tentang hama, penyakit, dan metode pengendaliannya, membantu petani membuat keputusan yang tepat berdasarkan data dan pengetahuan yang akurat.
      Sistem ini dapat menganalisis data dari berbagai sumber, seperti kondisi cuaca, sejarah serangan hama dan penyakit, dan efektivitas metode pengendalian, membantu petani mengidentifikasi solusi yang paling efektif dan efisien untuk situasi spesifik mereka.
      SPDK dapat mengotomatiskan tugas-tugas rutin seperti identifikasi hama dan penyakit, sehingga menghemat waktu dan tenaga petani dan memungkinkan mereka untuk fokus pada aspek lain dari pengelolaan tanaman mereka.
      2. Meningkatkan Produktivitas dan Hasil Panen:

      Keputusan PHT yang tepat dapat membantu petani meminimalkan kerusakan akibat hama dan penyakit, sehingga meningkatkan hasil panen dan kualitas produk.
      SPDK dapat membantu petani memilih metode pengendalian yang paling ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
      Sistem ini dapat membantu petani memantau kesehatan tanaman mereka secara real-time dan mengambil tindakan pencegahan dini untuk mencegah serangan hama dan penyakit.
      3. Meningkatkan Keberlanjutan dan Ketahanan Pangan:

      SPDK dapat membantu petani mengadopsi praktik PHT yang lebih baik dan berkelanjutan, sehingga meningkatkan kesehatan tanah dan ekosistem, dan meminimalkan risiko resistensi hama terhadap pestisida.
      Sistem ini dapat membantu petani meningkatkan ketahanan tanaman mereka terhadap perubahan iklim dan kondisi cuaca ekstrem, yang semakin penting di tengah kekhawatiran tentang perubahan iklim global.
      SPDK dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan, berkontribusi pada ketahanan pangan dan gizi yang lebih baik bagi masyarakat.
      4. Mempermudah Akses Informasi dan Teknologi PHT:

      SPDK dapat diakses melalui berbagai platform, seperti komputer, smartphone, dan tablet, sehingga memudahkan petani untuk mendapatkan informasi dan bantuan PHT kapanpun dan dimanapun mereka membutuhkannya.
      Sistem ini dapat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal, sehingga dapat menjangkau petani di berbagai wilayah dan budaya.
      SPDK dapat diintegrasikan dengan platform lain, seperti sistem informasi pasar dan layanan keuangan, sehingga memberikan petani akses yang lebih luas ke informasi dan sumber daya yang mereka butuhkan.

      Hapus
  6. Apa efek samping dari Pengambilan Keputusan (Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan) dalam Pengelolaan Hama Terpadu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disamping Manfaatnya SDPK juga memiliki Beberapa Efek samping yang Perlu dipertimbangkan :

      1) Kompleksitas dan Biaya
      Sistem SPK PHT yang canggih bisa jadi rumit untuk dipahami dan diterapkan, terutama bagi petani kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya dan pengetahuan.
      Implementasi SPK PHT membutuhkan investasi awal untuk pelatihan, perangkat lunak, dan infrastruktur, yang bisa membebani petani.

      2) Ketergantungan pada Data dan Teknologi
      SPK PHT bergantung pada data yang akurat dan terkini tentang hama, penyakit, dan kondisi lingkungan. Ketersediaan data yang kurang memadai dapat menghambat efektivitas sistem.
      SPK PHT juga membutuhkan teknologi yang memadai, seperti komputer atau smartphone, dan akses internet. Kurangnya akses terhadap teknologi ini dapat membatasi penerapan SPK PHT di daerah terpencil.
      3) Potensi Kesalahan dan Ketidakpastian

      Seperti sistem apa pun, SPK PHT rentan terhadap kesalahan dan ketidakpastian. Kesalahan dalam input data, pemodelan, atau interpretasi hasil dapat berakibat pada rekomendasi pengendalian hama yang tidak tepat.
      Faktor alam yang tidak terduga, seperti perubahan iklim atau mutasi hama, juga dapat memengaruhi efektivitas SPK PHT.
      4) Dampak Sosial dan Ekonomi
      Penerapan SPK PHT yang luas dapat berdampak pada mata pencaharian para penyedia layanan pengendalian hama tradisional.
      SPK PHT yang berfokus pada pengendalian hama secara biologis dapat memicu kekhawatiran tentang keefektifan dan keamanannya bagi petani yang terbiasa dengan penggunaan pestisida kimia.
      5.) Ketergantungan pada Ahli
      SPK PHT yang kompleks mungkin memerlukan bantuan ahli untuk implementasinya, yang dapat membebani petani dan membatasi aksesibilitas sistem.
      Kurangnya pengetahuan dan keahlian lokal dalam mengoperasikan SPK PHT dapat menghambat adopsi dan keberlanjutan sistem.

      Hapus
  7. Apa dampak dari penggunaan bahan kimiawi yang berlebihan dalan PHT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penggunaan bahan kimiawi yang berlebihan dalam pengendalian hama terpadu (PHT) dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan. Efek negatif dari penggunaan pestisida berlebihan antara lain:
      Keracunan: Senyawa pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan, termasuk manusia.
      Pencemaran lingkungan: Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.
      Resistensi hama: Resurgensi hama yang tidak diinginkan dapat muncul karena resistensi terhadap bahan aktif atau bahan kandungan pestisida.
      Ekosistem: Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat mengganggu ekosistem dan mengurangi populasi musuh alami, yang merugikan.

      Hapus
  8. Bagaimana cara mengimplementasikan sistem dukungan pengambilan keputusan PHT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (SPDK) PHT (Pengendalian Hama Terpadu) merupakan alat bantu yang dapat membantu petani, pengambil kebijakan, dan pihak terkait lainnya dalam membuat keputusan yang tepat dan efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Implementasi SPDK PHT dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:

      1. Definisi Tujuan dan Sasaran:

      Menentukan tujuan utama dari implementasi SPDK PHT, seperti meningkatkan efisiensi pengendalian hama, meminimalkan penggunaan pestisida, atau meningkatkan ketahanan pangan.
      Menetapkan sasaran yang terukur dan realistis untuk mencapai tujuan tersebut.
      2. Identifikasi Kebutuhan dan Persyaratan:

      Mengidentifikasi kebutuhan dan persyaratan pengguna, seperti jenis tanaman yang dibudidayakan, hama dan penyakit utama yang sering menyerang, dan tingkat pengetahuan dan akses teknologi pengguna.
      Menentukan jenis informasi dan alat bantu yang diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan PHT, seperti informasi tentang biologi hama dan penyakit, metode pengendalian yang efektif, dan dampak lingkungan dari penggunaan pestisida.
      3. Pemilihan dan Pengembangan Teknologi:

      Memilih teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pengguna, seperti model prediksi hama dan penyakit, sistem pakar, atau aplikasi mobile.
      Mengembangkan teknologi SPDK PHT dengan melibatkan ahli di bidang pertanian, teknologi informasi, dan ilmu pengetahuan lainnya.
      Memastikan bahwa teknologi yang dikembangkan mudah digunakan, akurat, dan dapat diakses oleh pengguna.
      4. Pengujian dan Validasi:

      Melakukan pengujian dan validasi teknologi SPDK PHT untuk memastikan keakuratan dan keefektifannya dalam membantu pengambilan keputusan PHT.
      Mengumpulkan umpan balik dari pengguna selama proses pengujian dan validasi untuk menyempurnakan teknologi.
      5. Implementasi dan Diseminasi:

      Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada pengguna tentang cara menggunakan teknologi SPDK PHT.
      Menyediakan dukungan teknis dan pemeliharaan kepada pengguna untuk memastikan kelancaran penggunaan teknologi.
      Membangun jaringan dan komunitas pengguna SPDK PHT untuk saling berbagi informasi dan pengalaman.
      6. Evaluasi dan Peningkatan:

      Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas implementasi SPDK PHT dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
      Mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan teknologi SPDK PHT berdasarkan hasil evaluasi dan umpan balik dari pengguna.
      Melakukan pembaruan dan pengembangan teknologi secara berkelanjutan untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya.
      7. Kerjasama dan Kebijakan Pendukung:

      Membangun kerjasama antar instansi terkait, seperti pemerintah, lembaga penelitian, dan organisasi non-pemerintah, dalam pengembangan dan implementasi SPDK PHT.
      Mendukung pengembangan kebijakan dan peraturan yang mendorong penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas PHT.
      Meningkatkan alokasi sumber daya untuk penelitian, pengembangan, dan implementasi SPDK PHT.

      Hapus
  9. Bagaimana cara mengatasi permasalahan OPT dalam suatu hamparan keseimbangan ekologis..!?

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk Mengatasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dalam hamparan keseimbangan ekologis membutuhkan pendekatan holistik yang memadukan pencegahan, pengendalian, dan rehabilitasi.Dengan strategi terpadu ini, kerusakan akibat OPT dapat diminimalkan, sehingga menjaga kesehatan tanaman dan keseimbangan ekologis di hamparan yang keseimbangan ekologisnya tertata dengan baik

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Sebutkan Urutan langkah-langkah yang perlu di lakukan Dalam mengambil keputusan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengambil keputusan, yaitu:
      1.Identifikasi masalah atau situasi
      2. Tentukan tujuan
      3. Kumpulkan informasi
      4. Kembangkan alternatif
      5. Evaluasi alternatif
      6. Pilih keputusan terbaik
      7. Implementasikan keputusan
      8. Evaluasi hasil

      Hapus
  12. Bagaimana sistem pengambilan keputusan dapat dirancang agar mudah digunakan oleh petani ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merancang Sistem Pengambilan Keputusan (SPK) yang Mudah Digunakan Petani:
      Petani seringkali memiliki keterbatasan akses informasi dan teknologi. Oleh karena itu, merancang SPK PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang mudah digunakan menjadi penting. Berikut beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan: Kesederhanaan Antarmuka (Interface):

      Minimasi Teks: Gunakan gambar, ikon, dan diagram untuk memudahkan pemahaman.
      Bahasa Sehari-hari: Hindari istilah teknis dan gunakan bahasa yang familiar dengan petani.
      Menu Navigasi Sederhana: Struktur menu yang jelas dan intuitif untuk memudahkan navigasi.

      Hapus
  13. Apa saja faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berbasis petani dalam PHT selain dari padat populasi hasil pemantauan agroekosistem?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain padat populasi hasil pemantauan agroekosistem (PHT), faktor-faktor lain yang sering dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berbasis petani dalam Pertanian Berbasis Pengetahuan (PHT) meliputi:

      1.Kondisi Cuaca dan Iklim: Petani sering mempertimbangkan perkiraan cuaca dan iklim untuk menentukan waktu tanam, pemeliharaan tanaman, dan panen yang optimal. Kondisi cuaca yang ekstrim seperti banjir, kekeringan, atau gelombang panas juga dapat mempengaruhi keputusan pertanian.

      2.Ketersediaan Sumber Daya: Ini mencakup ketersediaan air irigasi, lahan yang tersedia, sumber benih dan pupuk, serta tenaga kerja yang diperlukan untuk kegiatan pertanian. Ketersediaan sumber daya ini dapat membatasi atau mempengaruhi pilihan petani dalam menentukan jenis tanaman yang akan ditanam atau praktek pertanian yang akan diimplementasikan.

      3.Pasar dan Harga: Informasi tentang harga pasar dan permintaan konsumen dapat memengaruhi keputusan petani terkait dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Petani juga mempertimbangkan biaya produksi, transportasi, dan manajemen risiko harga saat membuat keputusan tentang produksi dan pemasaran hasil pertanian.

      4.Teknologi dan Inovasi: Pengetahuan tentang teknologi pertanian terbaru, praktik budi daya yang inovatif, atau varietas tanaman yang unggul dapat mempengaruhi keputusan petani dalam meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko.

      5.Kebijakan Pertanian: Kebijakan pemerintah terkait dengan subsidi pupuk, pajak tanah, insentif untuk pertanian organik, atau program bantuan pertanian lainnya dapat memengaruhi keputusan petani.

      6.Karakteristik Sosial dan Budaya: Faktor-faktor seperti tradisi lokal, kebiasaan budaya, struktur sosial, dan jaringan petani juga dapat memainkan peran dalam pengambilan keputusan pertanian.

      7.Kesehatan Tanaman dan Hama: Ancaman penyakit tanaman dan serangan hama dapat mempengaruhi keputusan petani dalam memilih jenis tanaman, sistem manajemen tanaman, dan penggunaan pestisida.
      Memahami faktor-faktor ini secara holistik membantu petani dalam membuat keputusan yang lebih baik dalam mengelola usaha pertanian mereka.

      Hapus
  14. Pengambilan keputusan berbasis petani dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pertimbangan apa saja Pertimbangan yang dipakai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengambilan keputusan berbasis petani melibatkan berbagai pertimbangan yang kompleks dan beragam, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakteristik individu, kondisi lingkungan, dan faktor eksternal. Berikut beberapa pertimbangan utama yang dipakai:
      1. Faktor Ekonomi: seperti Keuntungan dan Kerugian petani, akses Modal, Ketahanan Pangan
      2. Faktor Agronomi: seperti kondisi tanah dan iklim,
      praktik budidaya, rotasi tanaman dan diversifikasi
      3. Faktor Sosial: seperti akses pasar dan infrastruktur, kebijakan pemerintah dan dukungan Kelembagaan, dan norma dan nilai sosial

      Hapus
  15. Bagaimana penerapan yang didasarkan pada ambang batas ekonomi dapat membantu dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan

    BalasHapus
  16. Apa itu Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (DSS) dan bagaimana kebijakan tersebut diterapkan dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sistem Dukungan Pengambilan Keputusan (DSS) adalah sistem komputer yang dirancang untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. DSS mengintegrasikan data, alat analisis, dan model pengambilan keputusan untuk membantu pengguna mengidentifikasi dan mengevaluasi solusi alternatif dalam konteks tertentu.

      Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan yang komprehensif untuk mengelola hama dan penyakit tanaman dengan memanfaatkan berbagai metode yang tersedia secara efektif dan berkelanjutan. DSS dapat diterapkan dalam PHT untuk membantu petani, peneliti, dan pengambil keputusan lainnya dalam merencanakan strategi PHT yang optimal.

      Berikut adalah beberapa cara di mana DSS dapat diterapkan dalam Pengendalian Hama Terpadu:

      Pemantauan Hama dan Penyakit: DSS dapat digunakan untuk memantau populasi hama dan penyakit tanaman dengan menganalisis data cuaca, jenis tanaman, prakiraan musim, dan informasi lainnya. Ini membantu petani untuk menentukan waktu yang tepat untuk intervensi dan mengantisipasi potensi wabah.

      Hapus
  17. Bagaimana kita dapat mengukur keberhasilan strategi PHT yang telah kita terapkan dan apakah ada penyesuaian yang perlu dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut?

    BalasHapus
  18. Apa saja tahapan pengambilan keputusan dalam PHT

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1.Pemantauan
      2.Penetapan Ambang Ekenomi
      3.Pengambilan Keputusan
      4.Penerapan Pengendalian
      5.Evaluasi dan Pemantauan Lanjutan

      Hapus
    2. Dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT), terdapat beberapa tahapan pengambilan keputusan yang harus dilalui untuk memastikan pengendalian hama yang efektif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

      Pemantauan (Monitoring)

      Melakukan pengamatan secara teratur untuk memantau populasi hama, musuh alami, dan kondisi tanaman.
      Mengidentifikasi jenis hama dan tingkat populasinya.
      Menentukan ambang pengendalian (titik kritis di mana hama harus dikendalikan untuk mencegah kerugian ekonomi).


      Identifikasi Hama dan Musuh Alami

      Mengidentifikasi dengan tepat jenis hama yang menyerang.
      Mengidentifikasi musuh alami (predator, parasitoid, patogen) yang berpotensi mengendalikan hama tersebut.


      Analisis Data dan Informasi

      Menganalisis data pemantauan, identifikasi hama/musuh alami, dan informasi lain seperti kondisi cuaca, sejarah serangan, dan teknik budidaya.
      Menentukan strategi pengendalian yang paling tepat berdasarkan analisis tersebut.


      Memilih Metode Pengendalian

      Memilih metode pengendalian yang paling efektif, ekonomis, dan ramah lingkungan.
      Metode pengendalian dapat berupa pengendalian kultur teknis, fisik/mekanis, hayati, atau kimiawi (pestisida sebagai pilihan terakhir).
      Menggabungkan beberapa metode pengendalian secara terpadu.


      Implementasi Pengendalian

      Menerapkan metode pengendalian yang telah dipilih sesuai dengan petunjuk dan waktu yang tepat.
      Memastikan keselamatan pekerja dan lingkungan selama implementasi pengendalian.


      Evaluasi dan Pemantauan Kembali

      Mengevaluasi keefektifan metode pengendalian yang telah diterapkan.
      Melakukan pemantauan kembali untuk memastikan populasi hama tetap di bawah ambang pengendalian.
      Mengidentifikasi area perbaikan atau penyesuaian strategi pengendalian jika diperlukan.



      Tahapan-tahapan ini membentuk siklus pengambilan keputusan dalam PHT yang berkesinambungan. Dengan mengikuti tahapan ini secara konsisten, petani atau pengelola agroekosistem dapat membuat keputusan pengendalian hama yang tepat sasaran, efisien, dan ramah lingkungan.

      Hapus
  19. 1. Pemantauan

    Langkah pertama dan paling penting dalam PHT adalah pemantauan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan, jenis, dan tingkat populasi hama, penyakit, dan musuh alami di pertanaman.

    Metode pemantauan yang umum digunakan antara lain:

    Pengamatan visual: Petani atau petugas PHT mengamati langsung tanaman dan sekitarnya untuk mencari tanda-tanda hama, penyakit, dan musuh alami.
    Pengambilan sampel: Sampel tanaman, tanah, atau air diambil dan diperiksa di laboratorium untuk mengetahui keberadaan hama, penyakit, atau musuh alami.
    Penggunaan perangkap: Perangkap seperti perangkap cahaya, perangkap feromon, atau perangkap kuning digunakan untuk menangkap hama atau musuh alami.
    Data hasil pemantauan kemudian dianalisis untuk menentukan tingkat serangan hama dan penyakit, serta populasi musuh alami.

    2. Pengenalan

    Setelah hama, penyakit, dan musuh alami diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah mengenalinya dengan lebih detail. Hal ini penting untuk mengetahui biologi, ekologi, dan perilaku hama, penyakit, dan musuh alami.

    Informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, artikel ilmiah, internet, atau dari pakar PHT.

    3. Penetapan Ambang Ekonomi

    Ambang Ekonomi (AE) adalah tingkat populasi hama atau penyakit di mana kerugian ekonomi yang ditimbulkannya mulai melebihi biaya pengendaliannya.

    Penetapan AE dilakukan berdasarkan perhitungan biaya kerugian akibat hama atau penyakit, biaya pengendalian, dan harga hasil panen.

    4. Pemilihan Metode Pengendalian

    Setelah AE ditetapkan, langkah selanjutnya adalah memilih metode pengendalian yang tepat.

    PHT menganjurkan penggunaan metode pengendalian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, seperti:

    Pengendalian hayati: Penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama.
    Pengendalian mekanik: Pengumpulan hama atau telur hama secara manual.
    Pengendalian fisik: Pembuatan perangkap, pemangkasan tanaman yang terserang, atau penggenangan air.
    Pengendalian kultur: Penanaman varietas tahan hama atau penyakit, rotasi tanaman, dan pemupukan yang seimbang.
    Penggunaan pestisida nabati: Penggunaan bahan-bahan alami seperti daun nimba, cabai, atau bawang putih untuk mengendalikan hama.
    Pestisida kimia hanya digunakan sebagai pilihan terakhir jika metode lain tidak efektif.

    5. Evaluasi dan Pemantauan

    Setelah metode pengendalian diterapkan, perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui efektivitasnya.

    Pemantauan juga terus dilakukan untuk memastikan hama atau penyakit tidak kembali menyerang.

    Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pengambilan Keputusan PHT

    Selain 5 langkah di atas, beberapa faktor lain juga perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan PHT, seperti:

    Kondisi lingkungan: Iklim, cuaca, dan kondisi tanah dapat memengaruhi perkembangan hama, penyakit, dan musuh alami.
    Ketersediaan sumber daya: Petani perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber daya seperti tenaga kerja, waktu, dan dana dalam memilih metode pengendalian.
    Kebijakan pemerintah: Pemerintah mungkin memiliki peraturan tentang penggunaan pestisida dan metode pengendalian hama lainnya.
    Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, petani dapat mengambil keputusan PHT yang tepat dan efektif untuk menjaga kesehatan tanaman dan meningkatkan hasil panen.

    BalasHapus
  20. apakah keputusan diambil berdasarkan AE, berdasarkan keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar.

    BalasHapus
  21. Keputusan dalam pertanian bisa diambil berdasarkan beberapa hal, tergantung pada situasinya:
    1. AE (Agricultural Extension): Petugas AE memberikan saran dan rekomendasi kepada petani berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman mereka. Petani dapat mempertimbangkan saran ini dalam mengambil keputusan, namun keputusan akhir tetap berada di tangan petani.
    2. Keputusan petani: Petani memiliki pengetahuan dan pengalaman turun-temurun yang bisa menjadi dasar pengambilan keputusan. Mereka juga mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi lahan, cuaca, dan harga pasar.
    3. Sistem pakar: Sistem pakar pertanian menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisa data dan memberikan rekomendasi kepada petani. Petani dapat menggunakan rekomendasi ini sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan.

    Jadi, tidak ada satu jawaban yang mutlak. Keputusan bisa diambil berdasarkan AE, keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar, tergantung pada situasinya

    BalasHapus
  22. cara apasaja yang dilakukan dalam pengambilan keputusan

    BalasHapus
    Balasan

    1. Pengambilan keputusan adalah proses yang kompleks dan melibatkan beberapa langkah penting untuk memastikan keputusan yang diambil adalah yang terbaik berdasarkan situasi dan informasi yang tersedia. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam pengambilan keputusan:
      Identifikasi Masalah: Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau peluang yang membutuhkan keputusan. Penting untuk memahami dengan jelas apa yang menjadi fokus pengambilan keputusan.

      Pengumpulan Informasi: Mengumpulkan informasi yang relevan untuk memahami masalah secara mendalam. Ini termasuk data, fakta, dan opini dari berbagai sumber.
      Identifikasi Alternatif: Mengidentifikasi berbagai alternatif solusi atau tindakan yang mungkin diambil untuk mengatasi masalah atau memanfaatkan peluang.
      Evaluasi Alternatif: Menganalisis dan mengevaluasi setiap alternatif berdasarkan kriteria tertentu seperti biaya, manfaat, risiko, dan dampak jangka panjang.
      Pemilihan Alternatif Terbaik: Memilih alternatif yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.

      Pelaksanaan Keputusan: Mengimplementasikan keputusan yang telah diambil. Ini mungkin melibatkan penyusunan rencana tindakan, pengalokasian sumber daya, dan penugasan tanggung jawab.

      Evaluasi dan Pemantauan: Setelah keputusan diimplementasikan, perlu dilakukan evaluasi dan pemantauan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut menghasilkan hasil yang diinginkan. Jika ada masalah atau penyimpangan, tindakan korektif harus dilakukan.

      Umpan Balik dan Pembelajaran: Mengumpulkan umpan balik dari proses dan hasil keputusan untuk pembelajaran di masa depan. Hal ini membantu dalam meningkatkan proses pengambilan keputusan selanjutnya.

      Hapus
  23. mengapa Pengambilan keputusan berdasarkan AE banyak dikritik

    BalasHapus
  24. Pengambilan keputusan berdasarkan Ambang Ekonomi (AE) tampaknya keliru dengan Activity-Based Estimating (ABE) yang sebelumnya kita bahas pada materi ini . AE lebih fokus pada pertimbangan biaya dan keuntungan finansial jangka pendek sehingga banyaknya kritiikan yang diterima sebelum pengesahan keputusan

    BalasHapus